Go Green Festival akan diadakan kembali tanggal 5, 6 dan 7 November di Istora Senayan. Wuih, semangat kita untuk kembali mengerakkan gaya hidup hijau biasanya akan langsung terisi kembali setelah hadir di festival tersebut. Hm.. tapi berapa lama ya semangat itu bertahan? Kalau hanya sehari, dua hari, tiga hari, ya tetap aja polusi Jakarta akan makin bikin sesak, sampah semakin menumpuk, dan kendaraan bermotor tambah berjubel.
Arrrrggghhhh! Jadi ingin berkhayal sejenak...seandainya perjalanan di Jakarta bisa bebas macet, tenang, nyaman.....wuenak tenan.. Ups! Jangan berkhayal sambil menutup mata. Justru buka mata lebar-lebar untuk mewujudkan transportasi Jakarta sedikiiiiiit aja seperti Giethoorn. Venisia Dari Belanda Giethoorn adalah nama sebuah desa di Belanda yang bebas dari polusi. Judulnya saja bebas polusi, di Giethoorn kita tidak akan menemukan deru dan asap-asap kendaraan. Justru gemericik air adalah suara lalu lintas yang paling mendominasi tempat ini.
Luas Giethoorn, si pulau mungil ini, hanyalah 2500 meter dengan penduduk 3000 jiwa. Biarpun mungil, pulau ini memiliki julukan yang dahsyat, “Venisia dari Belanda” atau “Venisia dari Utara” .
Rahasia julukan “Venisia dari Belanda” tersebut, terletak pada alat transportasi yang digunakan. Di Giethoorn, hanya sepeda, perahu, dan kapal, yang siap menemani perjalanan kita. Hasilnya tentu saja desa bebas polusi yang bisa membuat kita bernafas super legaaaaaaa.... Jadi, tidak ada tuh suara deru knalpot dan mesin bajaj yang bising, apalagi klakson yang berebut memaksa kendaraan bergerak. Weleh-weleh.. berbanding terbalik dengan Jakarta.
Di ramainya lalu lintas air Giethoorn, memang tidak dikenal yang namanya pedagang asongan lampu merah. Pedagang yang ingin berjualan bisa bebas berjualan sambil “mengapung” di kios kapal. Jadi boleh saja berdagang, asalkan tetap memperhatikan kenyamanan lalu lintas di Giethoorn. Ah, jadi teringat pedagang di lampu merah Jakarta yang justru lagi-lagi ujungnya kadang membuat macet. Belum lagi pengamen dan pengemis yang ikut memadati jalan. Semakin bikin gemeeeesss...!
Jalan di Giethoorn hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki dan sepeda. Tidak ada istilah sepeda harus berbagi jalur di sebeleh kiri bersama antrian sepeda motor. Tidak perlu takut juga berjalan kaki kemanapun kita mau, karena dijamin aman dan suasananya adem bebas polusi
Komunitas sepeda di Jakarta makin bertambah setiap harinya, tetapi sayangnya jalur sepeda belum juga dibuat dengan nyaman. Sudah sehat, tetapi kalau harus “disentil” metro mini atau motor kan bisa-bisa masuk rumah sakit juga..hehehe. Sayangnya, menurut Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, M Tauchid di Jakarta, Sabtu 27 Februari 2010, pembangunan jalur sepeda sampai saat ini belum dimasukkan kedalam anggaran APBD.
Nah, seandainya saja jalur sepeda di kota Jakarta bisa dibuat seperti di Giethoorn.. Dijamin para pekerja justru semangat bersepeda. Bahkan mungkin bisa muncul komunitas seperti bike to mall, bike to market, bike to school, atau makin marak ojek sepeda? Bisa juga...Kapal dan perahu di Giethoorn, sudah berfungsi layaknya bis atau angkutan kota. Tentu saja tanpa polusi. Jadi, tidak ada tuh metro mini yang asapnya hitam, atau angkutan kota yang suka berhenti seenaknya.
Usaha memanfaatkan kapal di perairan Jakarta memang pernah diuji coba di sungai Ciliwung. Awalnya pengadaan kapal air di Ciliwung diharapkan bisa menjadi solusi di tengah macetnya jalur darat Jakarta. Lagi-lagi, sayangnya, mimpi untuk nyaman berkapal ria di pinggiran Jakarta, masih sulit terwujud. Yaaa.. memang sih nggak ada tuh lampu merah atau perempatan yang membuat macet, tapi sampah sungai yang menyangkut di baling-baling tetap aja membuat kapal macet..cet..cet. Belum lagi bau sampah menyengat di kali Ciliwung, yang juga menganggu penumpang. Yah, kapan ya Jakarta bisa jadi “Venisia-nya Indonesia”?
Penggunaan alat transportasi air di Giethoorn, membuat terminal-nya pun tentu saja berbeda dengan terminal pada umumnya. Terminal di Giethoorn, menyerupai pelabuhan kecil. Di sini, boat-boat dan kapal berjajar rapi. Tidak perlu takut saling tertukar boat, karena boat-boat yang digunakan dilengkapi dengan nomor. Memang jenis kendaraan dan bentuk terminal ini tidak bisa dibandingkan dengan Jakarta, tapi kalau masalah ketertiban tetap saja harus tetap dijaga. Setuju!
Jika Jakarta seperti Giethoorn, mungkin Kita bisa berperahu di Kalimalang, naik sepeda ke mal-mal di Jakarta, jalan kaki dibawah pepohonan..apalagi ya.....hm...Stop! Sekarang berhenti berkhayal! Mulai lagi aksi go green-mu. Jika semakin banyak yang sadar dan mau bertindak, mungkin saja suatu saat nanti kita bisa merasakan transportasi yang nyaman seperti di Giethoorn. Sekali lagi, intip Giethoorn, buka mata untuk hijaukan Jakarta!
Komentar
Posting Komentar